
Oleh : Gema Iva Kirana )*
Gelombang kerusuhan yang terjadi dalam aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat. Aksi yang sejatinya merupakan ruang konstitusional untuk menyuarakan pendapat berubah menjadi peristiwa penuh kekerasan, perusakan, dan penjarahan.
Situasi itu memunculkan desakan yang luas dari berbagai kelompok pemuda, pelajar, dan mahasiswa agar pemerintah dapat memastikan bahwa penegakan hukum dapat berlangsung secara transparan dan dalang kerusuhan segera bisa diusut tuntas.
Aliansi Solidaritas Rakyat Indonesia (ASRI) dan Koalisi Nasional Perempuan Indonesia (KNPRI) menegaskan bahwa penyampaian pendapat di muka umum sejatinya adalah hak konstitusional yang wajib dijamin oleh negara. Namun, hak ini harus dilakukan dengan cara tertib, damai, dan bermartabat.
Koordinator ASRI dan KNPRI, Fikri menilai kerusuhan yang merusak fasilitas publik dan mengadu domba rakyat dengan aparat justru mencederai demokrasi dan memperburuk citra perjuangan. Baginya, tindakan anarkis hanyalah upaya biadab yang merugikan rakyat serta menutup ruang dialog yang sehat.
Fikri menekankan bahwa sebagai kepala negara, Presiden Prabowo Subianto, memikul tanggung jawab besar untuk mengembalikan situasi ke arah normal., Menurutnya, Presiden telah menerima mandat rakyat dan perlu segera mengambil langkah konkret guna menjamin keamanan, keselamatan, serta kesejahteraan masyarakat.
Ia menambahkan, aspirasi rakyat harus direspons cepat dan nyata, bukan sebatas wacana. Karena itu, tuntutan terhadap penegakan hukum yang adil, transparan, dan tidak tebang pilih menjadi agenda mendesak. Mengusut dalang kerusuhan bukan hanya soal keadilan, melainkan juga bagian dari menjaga marwah demokrasi dan persatuan bangsa.
Dukungan terhadap pengungkapan dalang kerusuhan juga datang dari Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. Ia menilai pembentukan tim independen pencari fakta sangat penting untuk menyingkap akar permasalahan.
Tim semacam itu diharapkan mampu mengungkap penyebab, aktor intelektual, penyandang dana, hingga tujuan politik di balik kerusuhan. Menurut Yusril, pengungkapan yang jujur dan objektif akan membantu negara mengambil langkah hukum lebih tepat sekaligus mencegah peristiwa serupa terulang.
Namun, Yusril menegaskan bahwa proses hukum terhadap para pelaku di lapangan tentunya tidak bisa jika terus menunggu terbentuknya tim independen terlebih dahulu. Pasalnya, seluruh aparat keamanan harus segera bisa menindak mereka yang melakukan perampokan, pembakaran, dan penyerangan pada rangkaian aksi demonstrasi tersebut.
Menurutnya, ketegasan aparat penegak hukum menjadi bukti negara hadir melindungi rakyat. Upaya ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo yang menuntut tindakan secepat-cepatnya terhadap pelaku pengerusakan. Transparansi, dalam pandangan Yusril, bukan berarti menunda proses hukum, melainkan memastikan penanganan dilakukan dengan adil, sesuai koridor hukum dan hak asasi manusia.
Seruan pembentukan tim independen juga bergema dari kalangan masyarakat sipil. Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, mendesak kepada pemerintah agar segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel.
Menurutnya, TGPF akan membantu mengungkap fakta yang sebenarnya, sekaligus membedakan antara aspirasi demokratis dengan agenda politik terselubung yang menunggangi demonstrasi. Ia menekankan pentingnya transparansi demi menenangkan publik yang terus diliputi kecemasan dan ketidakpastian.
Hendardi memandang bahwa keterlibatan berbagai macam elemen seperti akademisi, tokoh agama, pekerja media, dan masyarakat sipil menjadi hal yang sangat penting dalam terbentuknya TGPF tersebut. Karena, partisipasi luas akan semakin memastikan bahwa seluruh proses dan rangkaian investigasi dapat berjalan objektif, sekaligus mengurangi potensi kesalahan dalam penanganan.
Ia mengingatkan bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui kebenaran dan berhak atas perlindungan serta rasa aman. Baginya, keterbukaan pemerintah dalam mengungkap dalang kerusuhan akan menjadi cooling down system yang menurunkan eskalasi kemarahan masyarakat.
Tuntutan yang sama terus digaungkan oleh kelompok pemuda. Mereka menilai, pengusutan dalang kerusuhan tidak boleh berhenti pada pelaku di lapangan. Akar masalah harus dibongkar hingga ke aktor intelektual, termasuk kemungkinan adanya penyusupan agenda politik tertentu. Langkah transparan ini menjadi penting agar masyarakat percaya bahwa hukum ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu.
Kerusuhan telah memunculkan kerugian besar, mulai dari kerusakan fasilitas publik, kerugian ekonomi, hingga korban jiwa. Semua dampak tersebut menegaskan bahwa anarkisme bukan solusi, melainkan bumerang yang menghancurkan cita-cita perjuangan. Oleh sebab itu, penegakan hukum yang transparan menjadi jalan tengah untuk mengembalikan kepercayaan publik sekaligus memperkuat sendi-sendi demokrasi.
Generasi muda sebagai penerus bangsa memilih sikap tegas dengan menolak segala bentuk provokasi dan anarkisme. Mereka mendukung penuh langkah pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak cepat, adil, dan transparan dalam mengusut aktor intelektual di balik kerusuhan. Bagi mereka, persatuan bangsa jauh lebih penting daripada kepentingan segelintir pihak yang berhasrat memecah belah.
Penegakan hukum yang kredibel bukan hanya kebutuhan jangka pendek untuk menuntaskan kasus, melainkan investasi jangka panjang bagi demokrasi Indonesia. Dengan mengungkap dalang kerusuhan secara transparan, pemerintah tidak hanya meredam gejolak, tetapi juga membangun fondasi keadilan dan kepercayaan publik yang kokoh. Kelompok pemuda, pelajar, dan mahasiswa telah memberikan suara lantang: demokrasi harus dijaga dengan cara yang bermartabat, dan hukum harus ditegakkan tanpa kompromi. (*)
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute