
Oleh : Ricky Rinaldi
Tragedi memilukan kembali mengguncang Papua. Pada 21 Maret 2025, enam tenaga pendidik dan tenaga kesehatan tewas dalam serangan brutal yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan di Papua serta menunjukkan tantangan besar dalam menjaga keamanan dan mendorong pembangunan di wilayah tersebut.
Kapolres Yahukimo, AKBP Heru Hidayanto, mengonfirmasi laporan terkait penyerangan tersebut. Ia menyatakan bahwa enam guru kontrak tewas akibat serangan dan pembakaran yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB). Untuk memastikan detail kejadian, pemerintah daerah bersama TNI-Polri masih melakukan investigasi lebih lanjut.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi, mengungkapkan bahwa serangan diduga dipicu oleh penolakan para guru dan tenaga kesehatan terhadap permintaan uang dari kelompok OPM pimpinan Elkius Kobak. Penolakan ini memicu kemarahan kelompok tersebut, yang kemudian melakukan kekerasan dengan membunuh dan membakar rumah para korban.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam keras aksi brutal ini. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menegaskan bahwa serangan terhadap warga sipil merupakan pelanggaran serius terhadap hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional. Komnas HAM mendesak aparat keamanan untuk mengusut tuntas kasus ini secara profesional, transparan, dan berkeadilan. Selain itu, mereka menyoroti pentingnya perlindungan bagi tenaga pendidik dan kesehatan di daerah rawan konflik seperti Papua.
Bupati Yahukimo, Didimus Yahuli, mengonfirmasi adanya penyerangan di Puskesmas dan Sekolah YPK Anggruk pada 21 Maret 2025. Ia menyatakan bahwa upaya evakuasi sempat terkendala cuaca dan medan yang sulit. Pemerintah daerah telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat evakuasi serta meningkatkan pengamanan di wilayah rawan.
Pemerintah pusat melalui TNI dan Polri telah mengambil langkah cepat dengan mengevakuasi para korban serta tenaga kesehatan dan pendidikan dari wilayah yang dianggap berbahaya. Namun, peristiwa ini juga membuka mata banyak pihak bahwa Papua masih menghadapi tantangan besar dalam hal keamanan. Minimnya infrastruktur keamanan di Distrik Anggruk menjadi faktor yang memperumit situasi.
Kelompok separatis seperti OPM kerap memanfaatkan kondisi geografis Papua sebagai tempat berlindung dan merencanakan aksi teror. Mereka bukan hanya menyerang aparat keamanan, tetapi juga warga sipil yang mereka anggap bekerja sama dengan pemerintah. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa kelompok ini bukanlah pejuang kemerdekaan, melainkan organisasi yang justru menindas masyarakat Papua sendiri.
Tragedi ini berdampak lebih luas dari sekadar kehilangan nyawa. Masyarakat di Distrik Anggruk kini menghadapi ketidakpastian, terutama dalam hal akses pendidikan dan layanan kesehatan. Banyak tenaga pendidik dan kesehatan merasa tidak aman untuk melanjutkan tugas mereka. Jika situasi ini tidak segera ditangani dengan serius, bukan hanya nyawa yang terus menjadi korban, tetapi juga masa depan generasi muda Papua.
Pemerintah telah berupaya membangun Papua dengan mengirimkan guru dan tenaga kesehatan ke wilayah-wilayah sulit. Namun, serangan semacam ini menjadi bukti bahwa kelompok separatis tidak ingin masyarakat Papua maju. Pemerintah, melalui TNI dan Polri, langsung bergerak cepat untuk mengendalikan situasi. Evakuasi terhadap korban dan tenaga pendidik lainnya dilakukan guna memastikan keselamatan mereka. Selain itu, aparat keamanan juga meningkatkan patroli dan operasi untuk menumpas kelompok bersenjata yang terus mengancam kedamaian Papua.
Selain langkah keamanan, pemerintah juga terus menggenjot pembangunan di Papua melalui berbagai program, termasuk infrastruktur jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Dengan semakin banyaknya akses ke pendidikan dan layanan kesehatan yang layak, diharapkan masyarakat Papua dapat meningkatkan kesejahteraan mereka dan tidak lagi terpengaruh oleh propaganda kelompok separatis.
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, menegaskan bahwa negara tidak akan membiarkan aksi kekerasan terhadap warga sipil terus terjadi. Ia menegaskan bahwa aparat keamanan akan bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan yang mengancam keselamatan masyarakat Papua. Selain penegakan hukum, pendekatan kesejahteraan tetap menjadi strategi utama pemerintah untuk membangun Papua.
Tragedi di Yahukimo ini seharusnya membuka mata semua pihak bahwa OPM bukanlah pejuang kemerdekaan, melainkan kelompok yang justru menindas rakyat Papua. Pemerintah telah berulang kali menawarkan pendekatan damai dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi kelompok ini terus menolak dan memilih jalur kekerasan. Oleh karena itu, langkah tegas pemerintah dalam memberantas kelompok separatis harus didukung oleh seluruh elemen bangsa. Jika tidak, maka kejadian seperti ini akan terus berulang dan merugikan masyarakat Papua sendiri.
Pemerintah berkomitmen penuh untuk melindungi rakyat Papua dan memastikan keamanan mereka dari ancaman kelompok separatis. Dengan langkah tegas aparat keamanan dan dukungan berbagai program pembangunan, Papua akan terus maju meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Masyarakat pun diharapkan semakin sadar bahwa satu-satunya jalan menuju kesejahteraan adalah dengan mendukung pemerintah dan menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang ingin memecah belah bangsa.
Melalui pendekatan yang tegas terhadap kelompok separatis serta pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam menciptakan Papua yang lebih aman, maju, dan sejahtera. Masyarakat Papua berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik, bebas dari ketakutan, dan penuh harapan untuk generasi mendatang.
*)Pengamat Isu Strategis